Komunitas seni Bumi Bajra baru-baru ini menggelar sebuah pertunjukan yang menarik perhatian banyak orang. Mereka membawakan sebuah lakon yang terinspirasi dari mitologi Bali berjudul “Hyang Ratih: Ode untuk Bulan, Perempuan, dan Semesta” di Festival Musikal Indonesia, yang berlangsung di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Kisah ini berfokus pada karakter Kala Rau, sosok raksasa dalam mitologi yang dikenal sebagai buto. Plot cerita dimulai ketika para dewa membagikan tirta keabadian, yang berujung pada tindakan licik dari Kala Rau yang berusaha mendapatkan kekuatan tambahan dengan menyamar sebagai dewa.
Aksi Kala Rau tidak dapat terhindarkan dari perhatian Dewi Ratih, sang perwujudan bulan, yang menyebabkan kemarahan para dewa. Ketika Dewa Wisnu mengetahui penyamaran itu, dia langsung bertindak tegas untuk menggagalkan niat Kala Rau yang berbahaya.
Mitos dan Makna di Balik Pertunjukan “Hyang Ratih”
Pertunjukan ini menghadirkan sebuah narasi yang dalam, membahas tema kekuasaan dan balas dendam. Kala Rau, meski hanya tersisa kepalanya setelah ditindak, menyimpan dendam yang sangat kuat dan berusaha memakan bulan, yang melambangkan Dewi Ratih.
Gerhana bulan yang sering kita saksikan kini dipercaya berasal dari upaya Kala Rau untuk menelan bulan tersebut. Narasi ini memberikan kita pandangan baru tentang bagaimana mitologi dapat menjelaskan fenomena alam dengan cara yang unik dan penuh warna.
Persiapan untuk pertunjukan ini terbilang sangat singkat, hanya membutuhkan waktu sekitar satu minggu. Pelatihan intensif untuk koreografi dan musikal dilakukan selama tiga hari, namun hasilnya sungguh memukau penonton yang hadir.
Proses Kreatif di Balik Pementasan yang Menyentuh
Komposer musik pertunjukan, Ida Made Adnya Gentorang, menjelaskan bahwa pementasan ini tidak hanya untuk menyampaikan pesannya secara jelas. Mereka ingin memberikan kesempatan kepada penonton untuk memberikan interpretasi masing-masing atas kisah yang disuguhkan.
Ini adalah pendekatan yang berbeda dari pementasan tradisional, di mana kadang-kadang ada kesan bahwa selalu ada satu cara yang benar untuk memahami sebuah karya. Bumi Bajra ingin agar penonton merasa terlibat lebih dalam, mampu merenungkan dan meresapi makna yang terkandung di dalamnya dengan cara mereka sendiri.
Karya seni harus bisa menjadi ruang bagi penonton untuk berpikir dan berkontribusi dalam mengartikan kisah, dan mereka berusaha menciptakan pengalaman yang tidak hanya menghibur tetapi juga edukatif. Dengan demikian, audience diharapkan bisa terlibat lebih dari sekadar sebagai penonton, tetapi juga sebagai pengamat dan pemikir.
Relevansi Mitologi dalam Konteks Modern
Dalam dunia yang semakin kompleks, keberadaan mitologi tetap relevan untuk kita semua. Cerita seperti Kala Rau memberikan kita perspektif tentang konflik antara kekuatan yang baik dan buruk, serta konsekuensi dari tindakan yang diambil.
Lebih dari sekadar cerita masa lalu, kisah mitologi dapat menjadi cermin bagi kehidupan modern. Kita sering dihadapkan pada pilihan sulit yang mempengaruhi hidup kita dan orang lain di sekitar kita.
Oleh karena itu, penggabungan elemen tradisional dengan pendekatan kontemporer dalam pertunjukan ini memberi kesan mendalam dan mendorong penonton untuk meluangkan waktu merenungkan makna yang lebih dalam. Melalui pengalaman seni, kita bisa belajar untuk memahami diri sendiri dan dunia yang kita tinggali.













