Di tengah dinamika pasar keuangan global, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa persentase free float saham di Indonesia terendah di antara negara tetangga. Rata-rata free float saham bursa Indonesia berada di angka sekitar 24,99%, di mana aturan yang berlaku saat ini mengharuskan free float minimum sebesar 7,5%.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, menyatakan bahwa angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan Singapura yang mencapai 69,04%. Negara-negara lain seperti Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Filipina juga menunjukkan performa yang lebih baik dalam hal free float saham.
Saat melihat dari sisi kapitalisasi pasar, Indonesia menempati peringkat ketiga dengan total mencapai US$ 187 miliar pada Juni 2025. Hal ini menunjukkan bahwa meski kapitalisasi pasar tinggi, free float yang rendah menjadi perhatian serius dalam pengelolaan pasar modal di Indonesia.
Perbandingan Free Float dengan Negara Tetangga Asia Tenggara
Meskipun Indonesia memiliki kapitalisasi pasar yang besar, fakta bahwa free float-nya lebih rendah dari negara-negara lain mengindikasikan masalah di sektor ini. Misalnya, Filipina dan Singapura menetapkan batas minimum free float masing-masing sebesar 10% dan 15%. Melihat angka-angka ini, jelas bahwa OJK perlu mempertimbangkan peningkatan persentase free float untuk memperkuat likuiditas pasar.
Inarno juga mengungkapkan bahwa Malaysia menetapkan free float sebesar 25%, menjadikannya lebih atraktif bagi investor. Dengan terbatasnya jumlah saham yang diperdagangkan secara bebas, minat investor domestik dan asing bisa jadi terganggu, menciptakan tantangan bagi pertumbuhan pasar modal Indonesia.
Penurunan tingkat investasi bisa berakibat pada penghambatan pertumbuhan ekonomi selanjutnya. Oleh karena itu, langkah-langkah perbaikan dalam kebijakan free float perlu segera diterapkan untuk mendorong partisipasi lebih besar dari investor di pasar modal Indonesia.
Regulasi dan Ketentuan Free Float di Pasar Modal
Menurut Undang-Undang Pasar Modal Pasal 35, free float merupakan bagian penting dalam menciptakan likuiditas untuk efek yang bersangkutan. Pada dasarnya, penyebaran efek kepada sejumlah besar pemodal diharapkan dapat meningkatkan minat dan partisipasi dalam pasar. Kewajiban free float yang rendah menciptakan risiko terjadinya volatilitas tinggi pada saham-saham di pasar Indonesia.
Peraturan Bursa Nomor 1A tahun 2021 menerangkan lebih lanjut mengenai definisi saham free float, yaitu saham yang dimiliki oleh pemegang saham dengan kepemilikan kurang dari 5% dari total saham. Dengan demikian, pembatasan ini berfungsi untuk memastikan saham-saham tersebut dapat diperdagangkan dengan lancar.
Namun, dengan persentase yang begitu rendah, perusahaan yang terdaftar mungkin kesulitan untuk menarik investor baru. Mendorong pelaku pasar untuk memenuhi ketentuan free float yang lebih tinggi adalah langkah yang perlu dipertimbangkan dalam kebijakan pasar modal ke depan.
Implikasi Free Float Rendah terhadap Investor dan Pasar Modal
Rendahnya free float berdampak langsung terhadap strategi investasi di pasar saham. Investor cenderung lebih berhati-hati ketika berhadapan dengan saham yang memiliki likuiditas rendah, karena hal tersebut meningkatkan risiko investasi. Selain itu, perusahaan yang kesulitan memenuhi persyaratan free float juga menghadapi kesulitan dalam memperoleh dana yang dibutuhkan untuk ekspansi atau investasi baru.
Pasar modal yang sehat dan likuid sangat penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Jika likuiditas rendah berlanjut, hal ini dapat menghambat perkembangan pasar secara keseluruhan, yang pada akhirnya berdampak pada ekonomi Indonesia. Selain itu, ketidakpastian yang dihasilkan dari likuiditas rendah juga dapat mengusik kepercayaan investor.
Oleh karena itu, meningkatkan free float harus menjadi prioritas utama bagi regulator dan pemangku kepentingan di pasar modal. Inisiatif yang diambil untuk meningkatkan angka ini diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap minat investasi di Indonesia.