Perusahaan rokok yang dikenal sebagai Bentoel telah beroperasi sejak tahun 1930-an di Malang, Jawa Timur. Didirikan oleh Ong Hok Liong bersama Tjoa Sioe Bian, Bentoel berhasil meraih status sebagai produsen rokok terbesar ketiga di Indonesia, mengukir sejarah yang menarik dalam industri rokok di tanah air.
Kisah sukses yang mengelilingi Bentoel tidak lepas dari mimpi yang menginspirasi pendirinya, Ong Hok Liong. Mimpi tersebut menjadi titik awal transformasi nama dan branding yang mendongkrak perusahaan ini ke puncak kesuksesan.
Pada awalnya, nama perusahaan ini adalah Strootjes-Fabriek Ong Hok Liong, lalu berganti menjadi Hien An Kongsie. Sejak saat itu, perusahaan ini memproduksi berbagai jenis rokok, termasuk rokok tjap Burung dan tjap Klabang, selama beberapa dekade awal operasionalnya.
Kisah Awal Perjalanan Perusahaan Bentoel di Indonesia
Sejarah perjalanan Bentoel dimulai dengan nama NV Pertjetakan Liem An pada tahun 1951. Namun, perubahan besar terjadi pada tahun 1954 ketika perusahaan ini berganti nama menjadi PT Perusahaan Rokok Tjap Bentoel, yang menandai awal perkembangan pesat mereka di industri rokok.
Pada tahun 1960-an, Bentoel mengalami kemajuan luar biasa dengan jumlah karyawan yang mencapai 3.000 orang. Nama Bentoel menjadi semakin dikenal berkat promosi yang agresif, termasuk slogan iklan yang sederhana namun efektif, yang mampu menarik perhatian banyak masyarakat.
Transformasi nama menjadi Bentoel ternyata merupakan hasil dari pengalaman spiritual Ong Hok Liong sendiri. Dalam sebuah mimpi saat berziarah, ia mendapatkan petunjuk untuk mengganti nama pabriknya, yang menjadi babak penting dalam sejarah perusahaan ini.
Proses Perubahan Nama yang Menarik dan Bersejarah
Pada saat melakukan ziarah ke makam Mbah Djugo di Gunung Kawi, Ong Hok Liong terinspirasi oleh mimpi yang menggugah jiwa. Mimpi tersebut membuatnya mengganti merek rokoknya dengan nama bercirikan lokal, mengacu pada ubi talas, yang dalam bahasa Jawa disebut bentul atau Bentoel.
Pada tahun 1967, Ong Hok Liong meninggal sebagai seorang multimiliuner, dan Bentoel telah menjadi produsen rokok terbesar kedua di Indonesia. Momen tersebut menjadi puncak kesuksesannya dan juga diwarisi oleh anak-anaknya yang melanjutkan kepemimpinan perusahaan.
Setelah era kepemimpinan Ong Hok Liong, anaknya Budhiwijaya Kusumanegara mengambil alih sebagai Presiden Direktur. Keluarga Ong Hok Liong membawa Bentoel melalui berbagai tantangan dan kesuksesan selama beberapa dekade berikutnya.
Tantangan Keuangan dan Dinamika Kepemilikan Perusahaan
Namun, perjalanan Bentoel tidak selalu mulus. Pada tahun 1980-an, perusahaan ini menghadapi masalah keuangan akibat utang yang menumpuk, termasuk pinjaman sebesar US$ 170 juta yang tak terbayar kepada bank. Jumlah utang ini kian melonjak hingga mencapai US$ 350 juta, memaksa mereka untuk mengambil langkah drastis.
Akibat krisis keuangan tersebut, sebanyak 70% saham keluarga Ong Hok Liong terpaksa dijual. Proses kepemilikan kemudian beralih kepada Peter Sondakh dan Rajawali Wira Bhakti Utama, yang membawa perubahan manajemen yang signifikan dalam perusahaan.
Pada tahun 1997, Bentoel mengalami restrukturisasi besar dan asetnya dialihkan ke perusahaan baru dengan nama PT Bentoel Prima. Di saat yang sama, PT Perusahaan Rokok Tjap Bentoel resmi dibubarkan.
Perkembangan dan Kepemilikan Terakhir Perusahaan
Bentoel Prima menandai era baru bagi perusahaan ini, dan pada tahun 2000, nama perusahaan diubah menjadi PT Bentoel Internasional Investama Tbk. Perubahan nama ini mencerminkan komitmen baru perusahaan dalam menghadapi tantangan pasar yang semakin kompetitif.
Dalam perkembangannya, saham Bentoel diambil alih oleh British American Tobacco, yang kini menguasai 92,48% saham perusahaan tersebut. Kebijakan dan strategi baru menciptakan pertumbuhan baru dalam industri rokok di Indonesia dan menjadikan Bentoel sebagai salah satu nama yang tetap relevan hingga saat ini.
Dengan perjalanan panjang yang telah dilalui, Bentoel tidak hanya terlihat sebagai perusahaan yang sukses namun juga sebagai bagian penting dari sejarah industri rokok di Indonesia. Kisah ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan pelajaran bagi generasi mendatang dalam menghadapi tantangan dunia usaha.