Enam anggota polisi dari Mabes Polri terjerat dalam kasus pelanggaran kode etik yang sangat serius setelah terlibat pengeroyokan terhadap dua debt collector di depan Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan. Insiden tersebut, yang terjadi pada Kamis, 11 Desember 2025, tidak hanya menimbulkan perhatian publik, tetapi juga mengakibatkan kematian kedua korban yang terlibat.
Karopenmas Divhumas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, menyatakan bahwa Divisi Profesi dan Pengamanan atau Propam Polri telah mengumpulkan bukti yang kuat mengenai keterlibatan enam anggota tersebut dalam pelanggaran yang tergolong berat. Penyelidikan lebih lanjut dilakukan melalui gelar perkara yang diadakan pada Jumat, 12 Desember 2025.
“Perbuatan enam terduga pelanggar termasuk dalam kategori pelanggaran berat,” ungkap Trunoyudo dalam keterangan resminya pada hari yang sama. Kasus ini mengundang perhatian karena melibatkan aparat penegak hukum yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat.
Nama-nama enam anggota polisi yang terlibat dalam kasus ini adalah Brigadir IAM, Brigadir JLA, Brigadir RGW, Brigadir IAB, Brigadir BN, dan Brigadir AM. Semua anggota tersebut kini tengah menghadapi proses penyidikan lebih lanjut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Mereka dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 17 Ayat 3 Perpol No. 7 Tahun 2022 dan Pasal 13 Ayat 1 PP RI No. 1 Tahun 2003, yang mengatur tentang kode etik profesi dan pemberhentian anggota Polri. Undang-undang ini dirancang untuk memastikan profesionalisme dan integritas dalam tubuh kepolisian.
Kronologi Kejadian Pengeroyokan yang Mematikan
Menurut laporan yang diterima, kejadian pengeroyokan bermula ketika darah panas antara dua pihak meningkat. Korban, yang berprofesi sebagai debt collector, diduga terlibat dalam perselisihan dengan anggota kepolisian terkait penagihan utang.
Ketegangan tersebut berubah menjadi kekerasan fisik yang mengakibatkan kedua korban mengalami luka serius. Dalam waktu singkat, kejadian ini merujuk pada pelanggaran hak asasi manusia yang seharusnya dihindari oleh aparat penegak hukum.
Setelah kejadian tersebut, saksi-saksi di lokasi kejadian memberikan kesaksian yang mendukung dugaan terjadinya pengeroyokan. Hal ini memperkuat bukti yang ada dan membuat proses penyidikan semakin mendalam.
Reaksi Masyarakat dan Pihak Berwenang
Masyarakat mengecam keras tindakan ini, terutama karena melibatkan anggota kepolisian. Protes mulai bermunculan di sosial media yang menyerukan transparansi dalam penyidikan dan keadilan bagi para korban.
Beberapa organisasi hak asasi manusia juga memberikan pernyataan mengecam tindakan polisi yang tidak sepatutnya tersebut. Mereka mengingatkan pentingnya akuntabilitas dalam penegakan hukum untuk menjaga kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.
Pihak kepolisian pun menyadari bahwa insiden ini memberikan dampak negatif bagi citra mereka. Mereka berkomitmen untuk menangani kasus ini dengan serius dan memastikan tidak ada penyebaran impunitas di tubuh Polri.
Pentingnya Penerapan Kode Etik di Kepolisian
Penerapan kode etik dalam kepolisian sangatlah vital untuk menjaga profesionalisme dan integritas. Setiap anggota Polri harus mengetahui dan memahami norma hukum yang berlaku serta etika kepolisian yang harus dipegang teguh.
Ketidakpatuhan terhadap kode etik dapat berujung pada tindakan hukum dan sanksi yang serius, seperti yang sedang dihadapi oleh enam anggota polisi ini. Makna dari kode etik itu sendiri adalah untuk melindungi masyarakat dan memastikan bahwa setiap tindakan aparat penegak hukum adalah sesuai dengan prinsip keadilan.
Untuk menciptakan perubahan yang signifikan, pendidikan dan pelatihan mengenai kode etik harus menjadi bagian penting dalam proses rekrutmen dan pendidikan anggota baru. Ini adalah langkah awal untuk memperkuat integritas dan profesionalisme dalam menjalankan tugasnya.













